Sabtu, 20 April 2013

Tolak RUU Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden

Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh “Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah kepadamu.” 


Rencana kenaikan harga BBM akhir-akhir ini memang sangat meresahkan masyarakat Indonesia, ditengah beban hidup yang besar masyarakat seakan dibuat panik oleh adanya rencana kenaikan harga BBM. Rencana kenaikan harga BBM seakan merampas hak hidup masyarakat Indonesia. Pemerintah seakan seakan belum puas melucuti hak hidup rakyatnya, kini pemerintah juga berencana untuk melucuti hak Demokrasi yang telah diperjuangkan dari tirani pemerintahan orde baru.


Perampasan dan Pelucutan Hak Demokrasi Bangsa ini sepertinya akan menjadi kenyataan jika draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyangkut beberapa materi krusial, seperti pasal menyangkut penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden di sahkan oleh antek-antek mereka yang mendukung pemerintah yang anti kritik dan otoriter. 


Dalam draf RUU KUHAP BAB II mengenai tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden pada bagian kesatu pasal 264 disebutkan, setiap orang yang menyerang diri presiden atau wakil presiden, yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. Isi Pasal ini memberi pesan kepada kita bahwa presiden adalah manusia tanpa cela yang membuat kebijakan tanpa cacat sedikitpun sehingga dia tidak bisa dikritik termasuk oleh rakyat yang memilihnya. sebagai manusia biasa tentu presiden memiliki celah untuk salah, celah untuk dikritik, dan celah untuk bersikap tidak adil. Sehingga sebagai presiden dan wakil presiden seharusnya mereka sadar atas kekurangan yang dimiliki. 



Bagian kedua pada pasal 265 disebutkan, setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Pidana pasal ini seharusnya diberikan kepada Manusia-manusia yang anti akan pendapat orang lain dan anti akan kritik terhadap kebijakan yang dibuatnya. Bukan tidak mungkin, unjuk rasa mengkritik kebijakan presiden dan wakil presiden bisa berujung pada pidana. Apalagi, kritik tersebut menuntut sang presiden maupun wakil presiden mundur dari jabatannya. Kondisi ini mengingatkan pada zaman kelam di era orde baru yang terkenal otoriter dan antikritik. 


Pasal 266 disebutkan, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Tidak sekadar sikap kritis masyarakat terhadap presiden dan wakil presiden yang dipersempit dengan acaman lahirnya UU itu. Ruang kebebasan berkespresi dalam berkarya juga semakin dipersempit. Misalnya, ilustrasi kekecewaan terhadap presiden dan wakil presiden yang dituangkan dalam bentuk karya seni juga semakin terbatasi dengan sendirinya, karena dihantui pasal tersebut. 


Pasal Penghinaan Presiden merupakan bentuk kesombongan pemerintah dan perampasan hak demokrasi masyarakat, Oleh karena itu Pemerintah yang anti Kritik sebaiknya Masuk Keliang Kubur lebih cepat, karena Indonesia tidak membutuhkan pemimpin yang antikritik dan otoriter, Indonesia tidak membutuhkan pemimpin yang sombong dan menganggap rakyat yang mengkritiknya selalu salah. Indonesia Hanya butuh pemimpin yang ikhlas bergerak demi berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negaranya. [Ibnu Fajar] 






Jumat, 19 April 2013

Perbandingan Penerapan UKT di ITB dan UGM


Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh  “Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah kepadamu.”

Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sistem pembayaran akademik di mana mahasiswa program S1 reguler membayar biaya satuan pendidikan yang sudah ditetapkan jurusanya masing-masing. UKT dinilai sebagai terobosan baru dalam pembayaran akademik. Ciri khas UKT adalah dihapuskanya Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) di semua jurusan universitas di Indonesia, dan dengan sistem pembayaran yang ditetapkan per semester oleh jurusan masing-masing, maka sistem pembayaran dengan Sistem Kredit Semester (SKS) tidak berlaku lagi.
Pada hakikatnya sistem pembayaran UKT ini sebagai bentuk tanggungjawab negara dalam memberikan fasilitas pendidikan yang murah kepada warganegara dengan penghapusan SPMA yang diskriminatif. Akan tetapi, benarkah penghapusan SPMA ini berdampak pada hilangnya diskriminasi dalam pembayaran?


Dasar Hukum Kebijakan UKT
Dikti telah mengeluarkan surat edaran yang dijadikan dasar pemberlakuan sistem UKT, yaitu:
  1. Surat Edaran Dirjen Dikti No. 21/E/T/2012 tertanggal 4 Januari 2012 tentang Uang Kuliah Tunggal
  2. Surat Edaran Dirjen Dikti No. 274/E/T/2012 tertanggal 16 Februari 2012 tentang Uang Kuliah Tunggal
  3. Surat Edaran Dirjen Dikti No. 305/E/T/2012  tertanggal 21 Februari 2012 tentang Larangan Menaikkan Tarif Uang Kuliah
  4. Surat Edaran Dirjen Dikti No. 488/E/T/2012 tertanggal 21 Maret 2012 tentang Tarif Uang Kuliah SPP di Perguruan Tinggi
  5. dan yang terakhir Surat Edaran Dirjen Dikti No. 97/E/KU/2013 tertanggal 5 Februari 2013 tentang Uang Kuliah Tunggal.
Berdasarkan Surat Edaran Dikti yang terakhir dengan Nomor 97/E/KU/2013 tertanggal 5 Februari 2013, maka Dikti meminta agar Perguruang Tinggi melaksanakan dua hal, yaitu:
  1. Menghapus uang pangkal bagi mahasiswa baru program S1 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014.
  2. Menetapkan dan melaksanakan tarif Uang Kuliah Tunggal bagi mahasiswa baru S1 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014.

Menurut Mendikbud (sebut saja Muhammad Nuh) dan Dirjen Dikti  UKT bertujuan untuk meringankan biaya kuliah dengan cara menghapus sistem uang pangkal bagi mahasiswa baru sehingga dapat mengurangi beban orang tua mahasiswa. Penghapusan sistem uang pangkal bagi Mahasiswa baru di sebagian Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mungkin sangat membantu dalam mengurangi biaya kuliah. Sebagai Contoh Institut Teknologi Bandung yang pada tahun lalu menerapkan Uang pangkal sebesar Rp 55 juta untuk semua Fakultas (kecuali Fakultas SBM). setelah diberlakukannya UKT biaya kuliah per semester yang tahun 2012 Rp 5 juta, untuk tahun ajaran 2013/2014 ditetapkan Rp 0 hingga paling mahal Rp 10 juta atau Rp 20 juta per tahun. Tetapi kondisi seperti ini tidak terjadi pada beberapa PTN lainnya, penerapan sistem UKT justru meningkatkan biaya kuliah sehingga membebankan orang Tua mahasiswa baru. Sebagai Contoh biaya pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) akan lebih mahal jika diberlakukannya sistem UKT, hal ini dikarenakan penghapusan SPMA yang mengakibatkan kenaikan Biaya semester. Sementara SPMA di UGM tergolong lebih murah dari pada PTN negeri lainnya. Tahun lalu untuk masuk UGM diberlakukan SPMA 0-4 yang besarnya ditentukan oleh penghasilan orang tua mahasiswa. sementara biaya semester di UGM menggunakan sistem SKS. pada sistem SKS per-semester mahasiswa akan dikenakan   biaya Rp 500.000 sebagai biaya SPP, Rp 40.000 untuk biaya kesehatan dan jumlah biaya pendidikan per-semester ditentukan oleh Jumlah SKS yang diambil (untuk mahasiswa Esakta Rp 75.000/SKS sementara untuk Mahasiswa non esakta Rp 65.000/SKS). Dengan diberlakukannya sistem UKT maka besarnya Biaya semester UGM akan naik tergantung kebijakan Fakultas masing-masing . Berdasarkan Kajian yang telah dilakukan oleh Kementrian Kajian strategis BEM KM UGM jika UKT diberlakukan misalnya di fakultas Teknik UGM sebelum UKT diberlakukan maka mahasiswa hanya akan membayar Rp 44,82 Juta selama 8 semester. Biaya tersebut terdiri dari biaya SKS selama 8 semester sebesar Rp 10,5 Juta ( 140 SKS dikali Rp 75.000), SPMA 4 sebesar 30 juta, dan SPP serta asuransi kesehatan Rp4,32 juta selama 8 semester. Sedangkan dalam kebijakan UKT mahasiswa Fakultas teknik harus membayar Rp 7,5 Juta per-semester. Selama 8 semester total biaya yang harus dibayarkan mencapai Rp 60 Juta.

Menurut Faisal Arief Kamil, menteri kajian Strategis BEM KM UGM Dampak lain yang ditimbulkan akibat diberlakukannya UKT adalah ketimpangan antara jurusan-jurusan Favorit dan non Favorit. Contohnya, biaya kuliah di jurusan Pendidikan Dokter di UGM ditaksir mencapai Rp 14 juta per Semester, sedangkan di jurusan sosiologi hanya Rp 2,5 juta per semester. sehingga dikhawatirkan akan menciptakan eksklusivitas antar jurusan di UGM. untuk menghindari kebijakan UKT yang merugikan mahasiswa baru yang kurang mampu Rektor UGM telah membuat solusi agar penerapan UKT di UGM dapat berpihak kepada mahasiswa antara lain melalui kebijakan UKT berkeadilan. Dengan kebijakan tersebut nominal UKT nantinya akan disesuaikan berdasarkan penghasilan orang tua mahasiswa baru.

Menurut Zaenur Rochman, Peneliti dari pusat kajian anti korupsi UGM. UKT berkeadilan yang akan diterapkan oleh UGM seakan bisa menjadi solusi permasalahan, namun ia masih meragukan hal tersebut, karena pasalnya belum ada peraturan menteri terkait. karena UKT berkeadilan belum dapat digolongkan sebagai subsidi atau beasiswa

Berdasarkan Contoh kasus di dua Perguruan Tinggi Negeri diatas penerapan UKT memiliki dampak yang berbeda di masing-masing PTN. ibarat dua sisi mata uang yang berbeda, Penerapan UKT di PTN lain membuat biaya kuliah menjadi lebih murah, tetapi disisi lain penerapan UKT di PTN lain membuat biaya kuliah menjadi lebih mahal.

Penerapan UKT sebenarnya bertujuan baik untuk memurahkan biaya kuliah di PTN, agar akses pendidikan dapat dijangkau oleh semua masyarakat Indonesia. Tetapi jangan sampai Penerapan UKT menjadi masalah baru yang akan menjadi penghambat untuk keberlanjutan studi siswa-siswi SMA yang akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang Perguruan Tinggi Negeri. [ Ibnu Fajar ]